Categories
Refleksi

His Story About Diksar is Not History, Cieee!

Hello Gang!

Aku kadang – kadang heran juga. Kenapa aku dulu masuk pecinta alam? Ya betul “kenapa” kata kuncinya! Bukan apa yang memberi inspirasi atau memotivasiku menjadi pecinta alam. Padahal aku tidak pernah berpikir bahwa menjadi pecinta alam itu keren! Aku belum pernah tahu apa itu pecinta alam. Di SMA ku tidak ada pecinta alam saat itu. Aku-pun tidak banyak melihat tayangan di TV mengenai pecinta alam. Saat aku kecil hanya ada satu TV saja.

Aku ingat pernah mendengar kabar terjadi kecelakaan di gunung hingga menewaskan beberapa siswa dari suatu pondok pesantren. Itu beberapa saat sebelum aku tertarik masuk pecinta alam. Lalu saat aku melihat iklan Diksar (Pendidikan Dasar) Garba Wira Bhuana dan membaca beberapa materi yang akan disajikan, aku mulai penasaran. Untung saat itu belum ada google! Jadi aku tidak begitu takut dan memutuskan untuk ikut. Aku cukup kaget dengan apa yang aku alami pada saat Diksar. Bagai seorang anak yang terseret arus yang kuat dan tak kuasa untuk menggapai tepi!

Muncul tenggelam, muncul tenggelam terseret waktu yang sama panjangnya dengan masa kuliahku yang molor, aku merasa banyak belajar! Aku mencoba – coba mencari banyak manfaat untuk membenarkan lamanya waktu yang aku curahkan menjadi pecinta alam! Aku kadang merasa menjadi bagian dari upaya mencintai alam, walaupun sangat kecil. Seringkali pada saat itu, ditengah jalan aku gelisah dan bertanya beginikah pecinta alam itu? Atau kurang-kah upayaku menjadi pecinta alam? Salahkah upaya – upaya yang aku perbuat?

Naik Gunung, Panjat Tebing, Susur Gua, Membersihkan Gunung dari Sampah, dan apalagi? Memotret? Bukankah itu bisa dilakukan tanpa menjadi pecinta alam? Apa bedanya dengan pecinta alam? Diksar? Memangnya ada yang lain di dalam Diksar? Ya ada! Sedikit. Misalnya Teknik Survival, Pelajaran mengenai SAR, Navigasi Darat, Manajemen Perjalanan, Dasar – Dasar Organisasi, masih ada yang lain. Aku lupa!

Namun orang bisa bilang “TEORI!” Sekarang, bukankah semua dapat kita baca lewat buku dan internet? Seingatku aku tidak pernah mendapatkan pelajaran dari buku dan internet mengenai pekatnya  kabut, dinginnya gunung, ketakutan dan kebingungan! keputus-asaan, solidaritas. Bahkan sampai sekarang belum ada yang bisa menciptakan simulasi itu secara online! Mungkin sebentar lagi. Dengan Bioskop 4D! Sehingga semuanya berjalan dengan aman! Tanpa korban! Siapa tahu!

Sampai saat itu datang, aku kira pecinta alam masih sangat perlu ada. Bukan untuk membuat mati di gunung, di tebing, di gua, di sungai atau di laut. Aku punya teman seangkatan yang mati, eh maaf meninggal di sungai karena kecelakaan akibat banjir ketika melakukan latihan. Aku punya adik angkatan yang mengalami hal yang hampir sama.

Penyebab kematian mereka tentu kecelakaan atau kejadian tersebut. Namun orang bisa saja menarik kesimpulan jauh kebelakang bahwa penyebabnya adalah “menjadi pecinta alam” Bila mereka tidak menjadi pecinta alam, apakah mereka tidak akan melakukan kegiatan alam bebas itu? Bisa iya bisa tidak jawabannya. Bagaimana bila jawabannya “tidak? Artinya mereka tidak menjadi pecinta alam namun tetap melakukan kegiatan di alam bebas. Artinya dia melakukan itu tanpa pengetahuan dan dasar pelatihan yang benar! Aku kira resikonya akan lebih besar.

Jadi aku mengajak kita semua setuju bahwa Diksar memang lebih baik daripada tidak diksar! Ya tentu saja kita kemudian harus berpikir mengenai diksar yang memberikan manfaat yang sebesar – besarnya pada peserta diksar. Kita kemudian harus selalu menyesuaikan atau memperbaiki secara terus menerus Diksar kita. Siapa yang bisa di Diksar, siap yang men-Diksar, bagaimana caranya, dimana pelaksanaannya dan sebagainya. upaya – upaya memperbaiki Diksar harus selalu diberi penghargaan.

Jadi menjadi pecinta alam melalui Diksar akan berpikir harus mengadakan Diksar yang lebih baik. Diksar yang lebih baik akan membuat pesertanya membuat Diksar yang lebih baik lagi dan seterusnya. Aku rasa ini tidak akan pernah dialami pendaki gunung biasa. Kabut, dingin, hujan, panas dirasakan pendaki gunung juga tapi aku mengalami membuat Diksar. Aku berharap Diksar yang diadakan adik – adik ku jauh lebih baik bagi masanya sekarang.

Mendaki gunung, susur gua, panjat tebing, panjat diding, tentu kita senang. Apa jeleknya bila kita menyenangi apa yang kita perbuat? Karena kita tahu itu baik. Karena kita tahu bagaimana melakukannya dengan benar dan karena kita tahu kapan waktu yang tepat untuk melakukannya atau tidak melakukannya. Karena kita diajari mengontrol diri, diajari manajemen waktu. Ya dalam Diksar itu kita mempelajarinya.

Teman, jangan lupa tetap berhati – hati dan selalu senang berprestasi!

 

4 replies on “His Story About Diksar is Not History, Cieee!”

mantap kak adi! 🙂
aku pernah sakit karena diksar, diksar juga yg harus membuatku semakin kuat..

Leave a Reply to Permadi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *